Jumat, 11 September 2015




By: Khairul Mufid**

Disiplin merupakan suatu hal yang begitu penting dalam pendidikan. Saking pentingnya, Disiplin dan pendidikan bagaikan mobil dan bannya yang tidak dapat dipisahkan. Kata disiplin bisa di implementasikan dalam semua aspek kehidupan, terutama prihal pendidikan baik disiplin waktu sampai berpakaian.
Walaupun kedisiplinan sangat urgen dalam pendidikan, mayoritas mahasiswa khususnya di internal Kampus Institut Agama Islam Tribakti (IAIT) Kediri tidak menghiraukan bahkan acuh tak acuh terhadap kedisiplinan. Hal ini bisa dibuktikan dengan begitu banyaknya fakta yang mungkin mahasiswa itu melakukannya, seperti datang terlambat, tidak pakai sepatu, dan bahkan ada sebagian mahasiswa hanya masuk disaat ujian saja. Semuanya itu sangatlah mengironiskan.
Lebih ironisnya lagi, bukan hanya para mahasiswanya saja yang melegitimasi kebiasaan buruk ini. Akan tetapi, Sebagian dosen dan pegawainya pun ikut berpartisipasi melanggengkan hal ini. Seperti halnya para Mahasiswa diwajibkan membayar registrasi dan mengisi Kartu Rencana Study (KRS), tetapi nilai-nilai matakuliah semester sebelumnya belum juga keluar, apa kata dunia?. Begitupun kegiatan belajar mengajar yang kurang efektif. Kalau dihitung, dalam satu semester saja hanya ada 16 kali pertemuan per matakuliah, itu juga belum dipotong dengan ketidakhadiran dosen untuk beberapa kali pertemuan yang di perkuat dengan alasan kepentingan yang bersifat privasi. Emangnya mahasiswa di mata bapak itu tidak penting?. Lebih kejamnya lagi, ketika ada Dosen dengan santainya tidak memakai Sepatu. Bukannya memperlihatkan etika yang baik terhadap mahasiswanya, tetapi malah justru memperlihatkan etika yang sangat tidak rasional dan etis untuk ditiru.
Berbagai Masalah terkait ketidakdisiplinan sebenarnya bukan fakta baru dalam kampus tercinta ini. Sudah bertahun-tahun fakta ini tidak dapat terselesaikan. Sekalipun beberapa  solusi muncul ke permukaan, namun kurangnya kesadaran,  pengawasan dan  koordinasi yang  maksimal selalu menjadi kambing hitam yang akhirnya berimbas pada kegagalan revolusi disiplin ini.
Untuk menanggulangi hal ini, tentu diperlukan kesadaran dari semua pihak untuk berdisiplin sepenuh mungkin ( full of disciplined). Kesadaran itu muncul dari individu yang punya keinginan untuk berubah. Bisa juga melalui sistem yang tersetting dengan baik (ketat) untuk membentuk kesadaran kolektif.
Ketika kesadaran disiplin sudah mulai tumbuh dan tertanam, kemudian di bingkai dengan sistem pendidikan yang memadai untuk melanggengkan tradisi baik ini, maka terealisasilah revolusi disiplin, sehingga sinergi dari semua civitas akademika kampus akan lebih harmonis.
*Artikel ini dikutip dari Blog LP2m.iai-tribakti.ac.id
**Mahasiswa prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam

10 Februari 2015

0 komentar:

Posting Komentar