Oleh:
Khairul Mufid
Kode
Etik Jurnalistik adalah himpunan
etika profesi kewartawanan[1].
Dapat diartikan pula Kode Etik Jurnalistik merupakan sebuah aturan yang
menggiring dan mengawasi jurnalis sebagai pelaku media agar terciptanya
Jurnalis yang subtantif dalam proses mencari, menulis dan menyampaikan
informasi. Seorang Jurnalis harus mematuhi segala bentuk aturan-aturan yang
menaunginya, termasuk peraturan pemerintah terkait kejurnalistikan yang
tertuang dalam Undang-Undang Pers
Nomor 40 Tahun 1999.
Secara subtansial, seluruh Jurnalis
yang diikat oleh semua payung hukum itu, harus memiliki rasa tanggung jawab
yang besar dalam proses pemberitaan dengan memberitakan fakta sebenarnya dengan
keobjektifitasan. Jangan sampai menyisipkan pemikiran subjektif yang tersimpan
di memori otaknya.
Namun, walaupun Jurnalis sudah
dinaungi hukum, Menurut Saya lambat laun sebagian jurnalis telah melupakan
atauran yang telah diemban dari awal, berupa kode etik jurnalistik. Terutama
prihal keobjektifitasannya.
Sebut saja kasus “Kopi Mirna”. Menurut detik.com/news, inilah kronologi kasus dalam
kasus itu.
Rabu (6/1)
Pukul 14.00 WIB
Jessica tiba di Grand Indonesia diantar oleh ayahnya. Setelah itu, dia memesan tempat di kafe Olivier. Setelah melakukan booking, Jessica berjalan-jalan di Grand Indonesia, lalu membeli tiga sabun yang dimasukkan dalam tiga kantong besar. Tujuannya, sabun itu akan diberikan sebagai hadiah dan kenang-kenangan pada Mirna, Hani dan satu orang rekannya lagi (satu orang lagi ini tidak datang).
Menurut Jessica, kafe itu dipilih oleh Mirna saat mereka berdiskusi di grup WhatsApp. Jessica ingin membalas traktiran Mirna pada bulan Desember lalu. Kala itu Jessica sudah bertemu kangen usai mereka meninggalkan Australia.
Pukul 16.00 WIB
Jessica lalu kembali ke kafe. Menurut pengacaranya, tempat dipilihkan oleh salah seorang pelayan kafe berkawat gigi. Lokasinya berada di sebuah sofa kulit dengan meja bulat. Tiga kantong besar berisi sabun itu ditaruh di atas meja.
Jessica kemudian memesan minuman. Es Vietnamese sesuai pesanan Mirna, cocktail untuk Jessica Fashioned fazerac untuk Hani. Jessica langsung membayar minuman tersebut seperti membeli makanan di fast food. Padahal sebetulnya, bisa membayar di akhir.
"Terus habis itu Jessica pesen kan ke bartendernya, terus bayar. Seperti orang pesan fastfood itu loh. Dibayar, terus disajikan," ujar Yudi.
Pelayan kafe lalu mengantarkan minuman. Sambil menunggu Mirna dan Hani, Jessica bermain ponsel.
Pukul 16.20 WIB
Mirna dan Hani datang. Keduanya langsung duduk di meja, Hani berada di posisi paling kiri, Jessica di paling kanan, Mirna paling tengah. Mirna langsung meminum minumannya.
Pukul 16.30 WIB
Versi Jessica, Mirna baru kejang-kejang 10 menit setelah minum kopi. Mirna juga sempat bereaksi dengan mengatakan kopinya tidak enak. Hani lalu tak percaya. Nah, versi sang pengacara, Hani ikut meminum minuman Mirna seteguk. Mereka lalu sempat ngobrol-ngobrol dan memesan makanan.
"Tahu-tahu Mirna menyuruh Jessica minta air, tenggorokannya kering, airnya belum datang, Mirna ambruk," cerita Yudi.
Jessica tak menyoba minuman itu dengan alasan punya minuman sendiri. Hanya saja, Yudi berulang kali menegaskan, Hani ikut mencicipi minuman. Dia heran, kenapa tak ada yang terjadi dengan Hani.
Pukul 14.00 WIB
Jessica tiba di Grand Indonesia diantar oleh ayahnya. Setelah itu, dia memesan tempat di kafe Olivier. Setelah melakukan booking, Jessica berjalan-jalan di Grand Indonesia, lalu membeli tiga sabun yang dimasukkan dalam tiga kantong besar. Tujuannya, sabun itu akan diberikan sebagai hadiah dan kenang-kenangan pada Mirna, Hani dan satu orang rekannya lagi (satu orang lagi ini tidak datang).
Menurut Jessica, kafe itu dipilih oleh Mirna saat mereka berdiskusi di grup WhatsApp. Jessica ingin membalas traktiran Mirna pada bulan Desember lalu. Kala itu Jessica sudah bertemu kangen usai mereka meninggalkan Australia.
Pukul 16.00 WIB
Jessica lalu kembali ke kafe. Menurut pengacaranya, tempat dipilihkan oleh salah seorang pelayan kafe berkawat gigi. Lokasinya berada di sebuah sofa kulit dengan meja bulat. Tiga kantong besar berisi sabun itu ditaruh di atas meja.
Jessica kemudian memesan minuman. Es Vietnamese sesuai pesanan Mirna, cocktail untuk Jessica Fashioned fazerac untuk Hani. Jessica langsung membayar minuman tersebut seperti membeli makanan di fast food. Padahal sebetulnya, bisa membayar di akhir.
"Terus habis itu Jessica pesen kan ke bartendernya, terus bayar. Seperti orang pesan fastfood itu loh. Dibayar, terus disajikan," ujar Yudi.
Pelayan kafe lalu mengantarkan minuman. Sambil menunggu Mirna dan Hani, Jessica bermain ponsel.
Pukul 16.20 WIB
Mirna dan Hani datang. Keduanya langsung duduk di meja, Hani berada di posisi paling kiri, Jessica di paling kanan, Mirna paling tengah. Mirna langsung meminum minumannya.
Pukul 16.30 WIB
Versi Jessica, Mirna baru kejang-kejang 10 menit setelah minum kopi. Mirna juga sempat bereaksi dengan mengatakan kopinya tidak enak. Hani lalu tak percaya. Nah, versi sang pengacara, Hani ikut meminum minuman Mirna seteguk. Mereka lalu sempat ngobrol-ngobrol dan memesan makanan.
"Tahu-tahu Mirna menyuruh Jessica minta air, tenggorokannya kering, airnya belum datang, Mirna ambruk," cerita Yudi.
Jessica tak menyoba minuman itu dengan alasan punya minuman sendiri. Hanya saja, Yudi berulang kali menegaskan, Hani ikut mencicipi minuman. Dia heran, kenapa tak ada yang terjadi dengan Hani.
Setelah itu, Mirna
dilarikan ke klinik, lalu dibawa ke RS Abdi Waluyo. Di rumah sakit itu, Mirna
dipastikan tewas. Belakangan, Puslabfor memastikan ada sianida di kopi dan
tubuh Mirna.[2]
Dalam Kasus ini, menyebabkan munculnya awak
media untuk berbondong-bondong meliput dan menghasilkan berbagi berita . Namun
yang saya nilai bermasalah dari berbagai berita dalam kasus ini adalah, mengapa
dengan hitungan detik pemberitaan ini menjadi meluas dan bobmbastis dan semuanya
tahu?. Padahal sebelum kasus ini banyak sekali kasus senada yang luput dari
pantauan Media. Sebenarnya ada kepentingan apa dibalik semua ini dan apa yang
diinginkan oleh Jurnalis sehingga yang di publish hanya kasus ini saja?. Dengan realita Jurnalis yang seperti itu.
Saya rasa Jurnalis pada masa sekarang ini masih banyak ditemukan ketidak
patuhannya kepada kode etk junalistik yang dianggapnya sebagai sebgai hukum
tertinggi.
0 komentar:
Posting Komentar