Oleh : Khairul Mufid
Dalam literatur islam, tidak
asing lagi sebutan ilmu Qowaid al-Fiqhi. Hal ini disesbabkan karena eksistensinya sangatlah urgen
guna menopang penjustifikasian hukum-hukum fiqh yang telah dikonsep secara matang oleh para Ulama'. Untuk itu penting bagi umat
islam agar mempelajarinya untuk dijadikan tendensi hukum dalam kehidupan
beragama, berbangsa dan bernegara.
Dalam kehidupan beragama,
berbangsa dan bernegara sangatlah banyak elemen-elemen yang termasuk di
dalamnya. Dari mulai pendidikan, ekonomi, social, politik dan lain sebagainya. Kampus sebagai organisasi yang masuk dalam
katagori pendidikan tentunya mempunyai mekanisme tersindiri yang ada dalam mengatur kebijakannya.
Mekanisme
itu bertujuan untuk mengejawantahkan seluruh program dan kebijakan
yang telah dikonsep kepada seluruh Mahasiswa demi tercapainya dan terciptanya
Mahasiswa ideal dan ulil albab.
Kampus IAIT yang masih berada dalam naungan Pobdok Pesantren
Lirboyo, merupakan salah satu Kampus yang mempunyai program has sendiri dan mungkin tidak ditemukan di Kampus lain dalam rangka mecapai
tujuan itu. Hal ini diantaranya bisa
dicermati dengan sistem pembayaran per semester. Dimana mekanismepembayaran di IAIT bisa diangsur.
Menurut hemat penulis, hal
seperti itu disebabkan karena Mahasiswa yang kuliah di IAIT mempunyai basis
ekonomi yang berbeda-beda. Dari kalangan atas, menengah, bahkan kalangan
menengah ke bawahpun masih sering dijumpai. Nah, agar tidak keberatan, makanya ada sistem pengangsuran biaya per
semester bagi Mahasiswa yang kuliah di IAIT. Dengan realita seperti itu masuklah dalam salah satukatagori teori koperhensif dalam ilmu qowaid al fiqh.
Kebijakan Kampus VS ﺍﻟﻤﺸﻘﺔ ﺗﺠﻠﺐ ﺍﻟﺘﻴﺴﻴﺮ
Dalam salah satu teori qowa'id
al fiqhi dijelaskan, ketika ada urusan yang didalamnya
terletak suatu kesulitan maka akan memperoleh dispensasi hukum.
Sebagaimana perkataan yang diucapkan Al-Suyuthi dalam
kitabnya al Asybah wa al Nadzoirﺍﻟﻤﺸﻘﺔ ﺗﺠﻠﺐ ﺍﻟﺘﻴﺴﻴﺮ dari teori ini dapat
diartikan, segala urusan baik urusan dunia ataupun akhirat yang mengandung
unsur kesukaran untuk dilakukan maka akan mendapakan tolerin dari syari'at.
Seperti halnya kasus orang ketika berjalan meuju Masjid untuk menunaikan ibadah
sholat jumat, lalu hujan, dan biasanya percikan air hujan itu bercampur dengan
bahan najis yang ada di jalan, sehingga sarungnya terkena percikan tersebut,
sementara ia sulit untuk menghindarinya. Maka walaupun sarungnya tersebut kena
percikan yang bercampur dengan lumpur masih tetap dihukumi untuk bisa
melanjutkan ibadah jum'atnya karena ada kesulitan yang tidak biasa untuk dihindari.
Dalam
hal ini, dispensasi berlaku ketika ada sebab yang mengarah ke situ(ﺍﺳﺒﺎﺏ ﺍﻟﺘﺨﻔﻴﻒ). Sebab-sebab
itu terfragmentasikan menjadi 7 macam. Pertama ialah dikarenakan الاكراه (pemaksaan
yang berbentuk ancaman) seperti halnya seperti disuruh mengkomsi makanan haram
beserataan pemaksaan). Kedua dikarenakan adanya النّسيان(lupa). Contohnya adalah ketika orang
tidak mengerjakan sholat disebabkan tidur maka tidak berdosa tapi wajib untuk
mengqodho'nya. Ketiga الجهل (ketidaktahuan).
Seperti seorang Mukallaf berbicara dalam posisi sholat. Ke empat العسر (kesulitan).
Contohnya adalah terkena darah kudis yang sulit dihindari dalam keadaan sholat.
Ke lima السّفر (bepergian) seperti
diperbolehkannya mengqoshor sholat pada saat bepergian. Ke enam المرض (sakit).
Seperti diperbolehkannya tayammum dalam keadaan sakit. Dan
terakhir adalah karena an Naqs (memiliki kekurangan
yang sifatnya insting-psikologis) seperti orang yang mengalami gangguan
jiwa, maka tidak melaksanakan sholat pun no problem walaupun pada hokum
ashalnya wajib.
Dengan kriteria munculnya sebab-sebab toleransi seperti
diatas, kebijakan Kampus terkait bolehnya mengangsur pembayaran itu tanpa
disadari termasuk bagian dari pengadopsian dan pengaplikasian teori qowa'id al
fiqhi ﺍﻟﻤﺸﻘﺔ ﺗﺠﻠﺐ ﺍﻟﺘﻴﺴﻴﺮ karena memandang finansial
perekonomian Mahasiswa yang kuliah di IAIT tergolong
menengah ke bawah. Dan hal ini masuk pada sebab-sebab timbulnya toleransi
karena adanya unsur al 'usru (kesulitan).
Referensi:
- al-Suyuthi, Jalal al-Din, al- Asybah wa al-Nadhair fi al-furu’,(Surabaya, Maktabah Dar al-ihya’), Hal:55.
- al-ahdaliy, Sayyid Abu Bakar,al-Faro’idul Bahiyyah Fi al-Qowa’idil Fiqhiyah, (Madrasah Hidayatul Mubtadi’ien, Kediri ), Hal: 28
0 komentar:
Posting Komentar