Selasa, 19 April 2016



Oleh : Khairul Mufid
            Dalam literatur islam, tidak asing lagi sebutan ilmu Qowaid al-Fiqhi. Hal ini disesbabkan karena  eksistensinya sangatlah urgen guna menopang penjustifikasian hukum-hukum fiqh yang telah dikonsep secara matang oleh para Ulama'. Untuk itu penting bagi umat islam agar mempelajarinya untuk dijadikan tendensi hukum dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.

            Dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara sangatlah banyak elemen-elemen yang termasuk di dalamnya. Dari mulai pendidikan, ekonomi, social, politik dan lain sebagainya. Kampus sebagai organisasi yang masuk dalam katagori pendidikan tentunya mempunyai mekanisme tersindiri yang ada dalam mengatur kebijakannya.
            Mekanisme itu bertujuan untuk mengejawantahkan  seluruh program dan kebijakan yang telah dikonsep kepada seluruh Mahasiswa demi tercapainya dan terciptanya Mahasiswa ideal dan ulil albab.
            Kampus IAIT yang masih berada dalam naungan Pobdok Pesantren Lirboyo, merupakan salah satu Kampus yang mempunyai program has sendiri dan mungkin tidak ditemukan di Kampus lain dalam rangka mecapai tujuan itu. Hal ini diantaranya bisa dicermati dengan sistem  pembayaran per semester. Dimana mekanismepembayaran di IAIT  bisa diangsur.
            Menurut hemat penulis, hal seperti itu disebabkan karena Mahasiswa yang kuliah di IAIT mempunyai basis ekonomi yang berbeda-beda. Dari kalangan atas, menengah, bahkan kalangan menengah ke bawahpun masih sering dijumpai. Nah, agar tidak keberatan, makanya ada sistem pengangsuran biaya per semester bagi Mahasiswa yang kuliah di IAIT. Dengan realita seperti itu masuklah dalam salah satukatagori teori koperhensif dalam ilmu qowaid al fiqh.
Kebijakan Kampus VS ﺍﻟﻤﺸﻘﺔ ﺗﺠﻠﺐ ﺍﻟﺘﻴﺴﻴﺮ
            Dalam salah satu teori qowa'id al fiqhi dijelaskan, ketika ada urusan  yang didalamnya terletak  suatu kesulitan maka akan memperoleh dispensasi hukum. Sebagaimana perkataan yang diucapkan Al-Suyuthi dalam kitabnya al Asybah wa al Nadzoirﺍﻟﻤﺸﻘﺔ ﺗﺠﻠﺐ ﺍﻟﺘﻴﺴﻴﺮ   dari teori ini dapat diartikan, segala urusan baik urusan dunia ataupun akhirat yang mengandung unsur kesukaran untuk dilakukan maka akan mendapakan tolerin dari syari'at. Seperti halnya kasus orang ketika berjalan meuju Masjid untuk menunaikan ibadah sholat jumat, lalu hujan, dan biasanya percikan air hujan itu bercampur dengan bahan najis yang ada di jalan, sehingga sarungnya terkena percikan tersebut, sementara ia sulit untuk menghindarinya. Maka walaupun sarungnya tersebut kena percikan yang bercampur dengan lumpur masih tetap dihukumi untuk bisa melanjutkan ibadah jum'atnya karena ada kesulitan yang tidak biasa untuk dihindari.
            Dalam hal  ini, dispensasi berlaku ketika ada sebab yang mengarah ke situ(ﺍﺳﺒﺎﺏ ﺍﻟﺘﺨﻔﻴﻒ). Sebab-sebab itu terfragmentasikan menjadi 7 macam. Pertama ialah dikarenakan الاكراه (pemaksaan yang berbentuk ancaman) seperti halnya seperti disuruh mengkomsi makanan haram beserataan pemaksaan). Kedua dikarenakan adanya النّسيان(lupa). Contohnya adalah ketika orang tidak mengerjakan sholat disebabkan tidur maka tidak berdosa tapi wajib untuk mengqodho'nya. Ketiga الجهل (ketidaktahuan). Seperti seorang Mukallaf berbicara dalam posisi sholat. Ke empat العسر (kesulitan). Contohnya adalah terkena darah kudis yang sulit dihindari dalam keadaan sholat. Ke lima السّفر (bepergian) seperti diperbolehkannya mengqoshor sholat pada saat bepergian. Ke enam المرض (sakit). Seperti diperbolehkannya tayammum  dalam keadaan sakit. Dan terakhir  adalah karena an Naqs (memiliki kekurangan yang sifatnya insting-psikologis) seperti orang yang mengalami gangguan jiwa, maka tidak melaksanakan sholat pun no problem walaupun pada hokum ashalnya wajib.
            Dengan kriteria munculnya sebab-sebab toleransi seperti diatas, kebijakan Kampus terkait bolehnya mengangsur pembayaran itu tanpa disadari termasuk bagian dari pengadopsian dan pengaplikasian teori qowa'id al fiqhi ﺍﻟﻤﺸﻘﺔ ﺗﺠﻠﺐ ﺍﻟﺘﻴﺴﻴﺮ karena memandang finansial perekonomian Mahasiswa yang kuliah  di IAIT  tergolong menengah ke bawah. Dan hal ini masuk pada sebab-sebab timbulnya toleransi karena adanya unsur al 'usru (kesulitan).
Referensi:
  •   al-Suyuthi, Jalal al-Din, al- Asybah wa al-Nadhair fi al-furu’,(Surabaya, Maktabah Dar al-ihya’), Hal:55.
  •   al-ahdaliy, Sayyid Abu Bakar,al-Faro’idul Bahiyyah Fi al-Qowa’idil Fiqhiyah, (Madrasah Hidayatul Mubtadi’ien, Kediri ), Hal: 28



0 komentar:

Posting Komentar