TEORI SOSIOLOGI TENTANG ASAL USUL AGAMA
Makalah ini dibuat
untuk memenuhi tugas mata kuliah :
SOSIOLOGI AGAMA
Dosen Pembimbing :
Dr. Hj Umi Hanik M.Ag
PENYUSUN:
KHAIRUL MUFID
INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT) KEDIRI
FAKULTAS DAKWAH
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM (KPI) SEMESTER IV
PERIODE : 201
4-2015

BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Agama merupakan aturan yang mengatur manusia agar kehidupanya menjadi
tertaur dan tidak kacau. Berbagai spekulasi muncul unruk menginterpretasikan
awalnya agama itu sebenarnya dari mana baik melalui perspektif sosial, agama
itu sendiri dan yang lainnya melalui teori dan pendekatan yan berbeda beda.
Karena itu sampai sekarangpun asal usul agama masih menimbulkan perdebatan.
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang masalah diatas,
terdapat beberapa macam rumusan masalah yang terdapat didalamnya:
a.
Teori sosiologis apa saja tentang asal usul Agama?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori Teori Sosial Tentang Asal-Usul Agama
Berbagai macam teori tentang asal-usul agama telah dikemukakan oleh
para sarjana dari berbagai disiplin ilmu, terutama ilmuwan sosial. Mereka telah
mecoba meneliti asal-usul agama atau menganalisis sejak kapan manusia mengenal
agama dan kepercayaan terhadap Tuhan. Dalam perspektif sosiologis paling tidak
ada enam teori tentang asal-usul agama, yaitu:
1. Teori Jiwa
Para ilmuwan
penganut teori ini berpendapat, agama yang paling awal bersamaan dengan pertama
kali manusia mengetahui bahwa di dunia ini tidak hanya dihuni oleh makhluk
materi, tetapi juga oleh makhkluk imateri yang disebut jiwa (anima). Pendapat
ini dipelopri oleh seorang ilmuwan inggris yang bernama Edward Burnet Taylor
(1832-1917). Dalam bukunya yang sangat terkenal, The Primitif Culture (1872)
yang mengenalkan teori animisme, ia mengatakan bahwa asal mula agama bersamaan
dengan munculnya kesadaran manusia akan adanya roh atau jiwa. Mereka memahami
adanya mimpi dan kematian, yang mengantarkan mereka kepada pengertian bahwa
kedua peristiwa itu – mimpi dan kematian – merupakan bentuk pemisahan antara
roh dan tubuh kasar.
Apabila
orang meninggal dunia, rohnya mampu hidup terus walaupun jasadnya membusuk.
Dari sanalah asal mula kepercayaan bahwa roh yang telah mati itu kekal abadi.
Selanjutnya, roh orang matiitu dipercayai dapat mengunjungi manusia, dapat
menolong manusia dan juga bisa menjaga manusia yang masih hidup, terutama anak
cucu, teman dan keluarga sekampung.
Tingkat yang
paling dasar dari evolusi agama adalah ketika manusia percaya bahwa
makhluk-makhluk halus itulah yang menempati alam sekeliling tempat tinggal
manusia. Karena mereka bertubuh halus, manusia tidak bisa menangkap dengan
panca indranya. Makhluk halus itu mampu berbuat berbagai hal yang tidak dapat
diperbuat oleh manusia. Berdasarkan kepercayaan semacam itu, makhluk halus
menjadi obyek penghormatan dan penyembahan manusia dengan berbagai upacara
keagamaan berupa doa, sesajen, atau korban. Kepercayaan seperti itulah yang oleh
E.B. Taylor disebut animisme
2. Teori Batas Akal
Teori ini
menyatakan bahwa permulaan terjadinya agama dikarenakan manusia mengalami
gejala yang tidak dapat diterangkan oleh akalnya. Teori batas akal ini berasal
dari pendapat seorang ilmuwan besar Inggris, James G. Frazer. Menurut Frazer,
manusia bisa memecahkan berbagai persoalan hidupnya dengan akal dan system
pengetahuanya. Tetapi akal dan system pengetahuan itu ada batasnya, dan batas
akal itu meluas sejalan dengan meluasnya perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh
karena itu, makin maju kebudayaan manusia, makin luas batas akal itu.
Dalam banyak
kebudayaan di dunia ini, sebagain batas akal manusia itu masih amat sempit
karena tingkat kebudayaanya masih sangat sederhana. Oleh karena itu, berbagai
persoalan hidup banyak yang tidak dapat dipecahkan dengan akal mereka. Maka
mereka memecagkannya melalui magic atau ilmu gaib.
Pada
mulanya, manusia hanya menggunakan ilmu gaib untuk memecahkan soal-soal
hidupnya yang ada di luar batas kemampuan dan penegtahuan akalnya. Lambat laun
terbukti banyak perbuatan magicnya itu tidak ada hasilnya. Oleh karena itu, ia
mulai percaya bahwa alam ini didiami oleh makhluk-makhluk halus yang lebih
berkuasa dari pada manusia. Maka mereka mulai mencari hubungan yang baik dengan
makhluk-makhluk halus yang mendiami alam ini. Dengan demikian, hubungan baik
ini menyebabkan manusia mulai mempercayakan nasibnya kepada kekuatan yang
dianggap lebih darinya. Dari sinilah mulai timbul religi.
Menurut Frazer, ada perbedaan antara magic dan religi. Magic adalah segala system perbuatan dan sikap manusia untuk mencapai suatu maksuddengan menguasai dan menggunkan kekuatan dan hukum-hukum gaib yang ada di alam. Sedangkan agama (religion) adalah segala system kepercayaan dan system perbuatan manusia untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyandarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan Tuhan, makhluk halus, roh, atau dewa dewi yang dianggap menguasai alam. Berbagai macam ritus merupakan cara manusia agar Tuhan berkenan menolongnya dari segala permasalahan hidup.
Menurut Frazer, ada perbedaan antara magic dan religi. Magic adalah segala system perbuatan dan sikap manusia untuk mencapai suatu maksuddengan menguasai dan menggunkan kekuatan dan hukum-hukum gaib yang ada di alam. Sedangkan agama (religion) adalah segala system kepercayaan dan system perbuatan manusia untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyandarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan Tuhan, makhluk halus, roh, atau dewa dewi yang dianggap menguasai alam. Berbagai macam ritus merupakan cara manusia agar Tuhan berkenan menolongnya dari segala permasalahan hidup.
3. Teori
Krisis Dalam Hidup Individu
Teori ini
mengatakan bahwa kelakuan keagamaan manusia itu mulanya muncul untuk menghadapi
krisis-krisis yang ada dalam kehidupan manusia itu sendiri. Teori ini berasala
dari M. Crawley, dalam bukunya The True Of Life (1905), yang kemudian diuraikan
secara luas dan terperinci oleh A. Van Gennep dalam bukunya Rites de Passage
(1910).
Menurut
kedua sarjana tersebut, dalam jangka waktu sejarah hidupnya, manusia mengalami
banyak krisis yang terjadi dalam masa-masa tertentu. Krisis tersebut menjadi
obyek perhatian manusai dan sangat menakutkan. Betapapun bahaginya sesorang, ia
harus ingat akan kemungkinan-kemungkinan timbulnya krisis dalam hidupnya.
Berbagai krisis tersebut – terutama berupa bencana, seperti sakit dan maut –
sangat sukar dihindarinya walaupun dihadapi dengan kekuasaan dan kekayaan harta
benda. Dua macam bencana tadi sangat sulit dielakan. Karena selama hidupnya ada
beberapa krisis, manusia butuh sesuatu untuk memperteguh dan mengautkan
dirinya. Perbuatan berupa upacara sacral pada masa krisis merupakan pangkal
dari keberagamaan manusia.
4. Teori
Kekuatan Luar Biasa
Teori ini
mengatakan bahwa agama dan sikap religius manusia terjadi karena adanya
kejadian luar biasa yang menimpa manusia yang terdapat di lingkungan alam
sekitarnya. Teori ini diperkenalkan oleh seorang ahli antropologi Inggris yang
bernama R.R. Marett dalam bukunya The Threshold of Religion.
Antropolog
ini menguraikan teorinya diawali dengan satu sanggahan terhadap pendapat E. B.
Taylor yang menyatakan bahwa timbulnya agama itu karena adanya kesadaran
manusia terhadap adanya jiwa. Menurut Marett, kesadaran seperti itu terlalu
rumit dan terlalu kompleks bagi ukuran pikiran manusia yang baru saja ada pada
kehidupan di muka bumi ini.
Ia
mengajukan teori barunya bahwa pangkal dari segala kelakukan keagamaan pada
manusia ditimbulkan oleh suatu perasaan rendah diri terhadap adanya
gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa yang dianggap luar biasa dalam kehidupan
manusia. Alam tempat gejala dan peristiwa-peristiwa itu berasal – yang dianggap
memilki kekuatan yangmelebihi kekuatan yang telah dikenal manusia di alam
sekelilingnya disebut super natural. Gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa luar
biasa tadi dianggap akibat dari suatu kekuatan super natural atau kekuatan luar
biasa sakti. Kepercayaan kepada suatu kekuatan sakti yang ada dalam
gejala-gejala, hal-hal, dan peristiwa yang luar biasa itu dianggap oleh Marett
sebagai suatu kepercayaan yang ada pada manusia sebelum mereka percaya kepada
makhluk halus dan roh. Dengan perkataan lain, sebelum adanya kepercayaan
animisme, manusia mempunyai kepercayaan preanimisme. Marett menyatakan bahwa
preanimisme lebih dikenal dengan sebutan dinamisme.
5. Teori
Sentimen Kemasyarakatan
Teori ini
menyatakan bahwa agama yang permulaan itu muncul karena adanya suatu getaran,
suatu emosi yang ditimbulkan dalam jiwa manusia sebagai akibat dari pengaruh
rasa kesatuan sebagai sesama warga masyarakat. Teori yang disebut “teori
sentimen kemasyarakatan” ini berasal dari pendapat seorang ilmuwan Prancis,
Emile Durkheim, yang diuraikan dalam bukunya Les Formes Elementaires de Lavia
Religieuse (The Elementary Forms of the religious Life, 1965). Dalam bukunya
itu, Durkheim mengemukakan teori baru tentang dasar-dasar agama yang sama
sekali berbeda denga teori-teori yang pernah dikembangkan oleh para ilmuwan
sebelumnya. Teori tersebut berpusat pada pengertian dasar sebagai berikut:
a. Bahwa untuk
pertama kalinya, aktivitas religi yang ada pada manusia bukan karena pada alam
pikiranya terdapat bayangan-bayangan abstrak tentang jiwa atau roh – suatu
kekuatan yang menyebabkan hidup dan gerak di dalam alam – tetapi, karena suatu
getaran jiwa, atau emosi keagamaan, yang timbul dalam alam jiwa manusia dahulu,
karena pengaruh suatu sentimen kemasyarakatn.
b. Bahwa
sentimen kemasyarakatan dalam batin manusia dahulu berupa suatu kompleksitas
perasaan yang mengandung rasa terikat, bakti, cinta, dan perasaan lainya terhadap
masyarkat di mana ia hidup.
c. Bahwa
sentimen kemasyarakat yang menyebabkan timbulnya emosi keagamaan dan merupakan
pangkal dari segala kelakukan keagamaan manusia itu, tidak selalu
berkobar-kobar salam alam batinya. Apabila tidak dipelihara, maka sentimen
kemasyarakatan itu menjadi lemah dan laten, sehingga perlu dikobarkan sentimen
kemasyarakatan dengan mengadakan satu kontraksi masyarakat dalam
pertemuan-pertemuan raksasa.
d. Bahwa
emosi keagamaan yang timbul karena rasa sentimen kemasyarakatan membutuhkan
suatu obyek tjuan. Sifat yang menyebabkan sesuatu itu menjadi obyek dari emosi
keagamaan bukan karena sifat luar biasanya, anehnya, megahnya, atau ajaibnya,
melainkan tekanan anggapan umum masyarakat. Obyek itu ada karena terjadinya satu
peristiwa secara kebetulandi dalam sejarah kehidupan suatu masyarakat masa
lampau menarik perhatian orang banyak di dalam masyarakat tersebut. Obyek yang
menjadi tujuan emosi keagaan juga obyek yang bersifat keramat. Maka obyek lain
yang tidak mendapat nilai keagamaan (tirual value) dipandang sebagai obyek yang
tidak keramat.
e. Obyek
keramat sebenarnya merupakan suatu lambang masyarakat. Pada suku-suku bangsa
asli Australia misalnya, obyek keramat dan pusat tujuan dari sentimen
kemasyarakatan, sering berupa binatang dan tumbuh-tumbuhan. Obyek keramat
seperti itu disebut totem. Totem adalah mengkonkretkan prinsip totem di
belakangnya. Prinsep totem itu adalah suatu kelompok di dalam masyarakat berupa
clan (suku) atau lainya.
6. Teori
Wahyu Tuhan
Teori ini
menyatakan bahwa kelakuan religius manusia terjadi karena mendapat wahyu dari
Tuhan. Teori ini dikembangkan oleh seorang antropolog Inggris bernama Andrew
Lang. Pendapat Andrew Lang ini kemudian dilanjutkan oleh W Schmidt seorang
tokoh besar antropologi dari Austria. Dalam hubungan ini, ia percaya bahwa
agama berasal dari wahyu Tuhan yang diturunkan kepada manusia pada masa
permulaan ia muncul di muka bumi ini.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Teori Sosiologi
tentang asal usul Agama ada 6
Ø
Teori Jiwa
Ø
Teori batas Akal
Ø
Teori Krisis Dalam Hidup Individu
Ø
Teori kekuatan luar biasa
Ø
Teori sentimen kemasyarakatan
Ø
Teori Wahyu Tuhan
B.
Daftar Pustaka
http://ismat89.blogspot.com/2012/03/asal-usul-agama.html
0 komentar:
Posting Komentar